Sabtu, 20 Maret 2010

Allah Tidak Membeda-bedakan Agama

SESUNGGUHNYA ORANG-ORANG MUKMIN (BERIMAN) DAN MEREKA PENGANUT AGAMA YAHUDI, NASRANI, SHABIIN SERTA SIAPA SAJA YANG BERIMAN KEPADA ALLAH DAN HARI KEMUDIAN, SERTA BERBUAT KEBAIKAN, MEREKA AKAN MENDAPAT PAHALA DARI TUHAN-NYA, DAN MEREKA TIDAK MERASA KETAKUTAN DAN DUKA CITA.

( AL BAQARAH 2 : 62 )

Dengan perkataan lain : mereka hidup tenang dan tentram … bebas dari rasa duka cita dan ketakutan. Karena imannya, mereka tidak takut kepada apapun kecuali kepada Allah. Ayat tersebut di atas mengajarkan agar setiap umat beragama tidak boleh merasa bahwa hanya agama yang dianutnya saja yang paling benar, karena Allah tidak membeda-bedakan agama. Konsep Islam mengajarkan umatnya agar mempunyai toleransi yang tinggi terhadap umat yang non Islam. Manusia ditugaskan sebagai khalifah dan sebagai wali Allah. Kita awali dengan Basmallah untuk memberi rahmat kepada seluruh alam semesta. Semua agama juga agaknya menganut azas yang sama, essensi dan substansinya sama apapun agamanya.

Menurut seorang sufi besar dari Persia JALALUDDIN RUMI : Sekalipun tata cara peribadatan berbeda namun masalah keimanan tidak berubah dari satu agama ke agama lain, baik keadaan yang dihasilkannya, tempatnya dalam hidup dan efek-efeknya adalah sama dimana-mana. Beliau juga berkata bahwa seseorang menjadi arif bukan oleh karena kebajikan jubah dan surban. Rosulullahpun bersabda bahwa yang beliau khawatirkan adalah ulama su’; yaitu ulama tak bermoral. Sedangkan HUJWIRI juga dari Persia mengatakan bahwa : Barang siapa yang mencampakkan hawa nafsunya maka ia akan dekat dengan Tuhan meskipun ia berada dalam gereja. Barang siapa yang mengikuti hawa nafsunya maka ia akan jauh dari Tuhan meskipun ia berada di dalam mesjid.

SESUNGGUHNYA ORANG-ORANG YANG BERIMAN DAN BERAMAL SALEH, KELAK ALLAH YANG MAHA RAHMAN AKAN MENANAMKAN DALAM (HATI) MEREKA RASA KASIH SAYANG ( MARYAM 19 : 96 ).

Berarti bila kita belum memiliki rasa kasih sayang, terhadap sesama umat, rasa kasih sayang terhadap semua ciptaan Allah dan belum beramal saleh, maka belum bisa dikatakan beriman. Jadi jelas bahwa Prinsip Islam bukan kekerasan.

Perhatikan Surat Al Anbiya 21 : 92, Surat Ali Imran 3 : 19 dan Surat Al Maidah 5 : 3.

Tuhan juga memberikan kebebasan keberagamaan bagi umatnya. Perhatikan ayat-ayat lainnya yang berkaitan dengan masalah tersebut :

UNTUK SETIAP UMAT, KAMI TELAH BERIKAN POLA SYAREAT ( ATURAN ) DAN JALAN HIDUP YANG BENAR ( TATA CARA PELAKSANAANNYA ) SEKIRANYA ALLAH MENGHENDAKI, PASTILAH KAMU DIJADIKAN-NYA SATU UMAT SAJA. NAMUN ALLAH HENDAK MENGUJIMU DALAM HAL KARUNIA YANG TELAH DIBERIKAN KEPADAMU KARENA ITU BERLOMBA-LOMBALAH BERBUAT KEBAJIKKAN…DST…( AL MAIDAH 5 : 48 ).

TELAH KAMI TAWARKAN AMANAH AGAMA KEPADA LANGIT, BUMI DAN GUNUNG, AKAN TETAPI MEREKA SEMUA ENGGAN MEMIKULNYA, KARENA TAKUT MENGHIANATINYA, NAMUN MANUSIA BERSEDIA MEMIKULNYA, KARENA IA ZALIM DAN BODOH ( AL AHZAB 33 : 72 ).

….KAMI TIDAK MEMBEDA-BEDAKAN SEORANGPUN DIANTARA MEREKA DAN HANYA KEPADA-NYA KAMI BERSERAH DIRI ( ALI IMRAN 3 : 84 ).

TUHAN KAMI DAN TUHANMU ADALAH SATU DAN HANYA KEPADA-NYA KAMI BERSERAH DIRI ( AL ANKABUT 29 : 46 ).

Walaupun Allah sendiri tidak beragama namun Allah lah yang menciptakan agama sebagai jalan hidup yang benar, yang disesuaikan dengan kondisi dan situasi geograpis dan budaya umat–NYA. Oleh karena itu kita tidak perlu berselisih tentang keberagamaan kita, semua agama essensi dan substansinya sama serta sama-sama menuju kepada-NYA karena semua agama adalah ciptaan-NYA dan DIA Allah yang menganjurkan kita berlomba-lomba untuk berbuat kebajikkan. Manusia membawa amanah agama. Apa agamanya??? Pilih sendiri!!! Bebas aja lagi..

BUKANLAH SUATU KESOLEHAN (KEBAJIKAN) BAHWA KAMU SEKALIAN MEMALINGKAN MUKAMU KE ARAH TIMUR DAN BARAT, TETAPI ADALAH KESOLEHAN (KEBAJIKAN) BAHWA KAMU SEKALIAN BERIMAN KEPADA ALLAH DAN HARI AKHIRAT, KEPADA PARA MALAIKAT, KEPADA KITAB-KITAB ALLAH DAN PARA NABI DAN MEMBERIKAN HARTA BENDA BETAPAPUN DISAYANGI, KEPADA KERABAT, ANAK YATIM, DAN ORANG MISKIN, KEPADA ORANG DALAM PERJALANAN DAN PEMINTA-MINTA, MENDIRIKAN SHALAT DAN MEMBAYAR ZAKAT. ORANG-ORANG YANG MEMENUHI PERJANJIAN BILA MEREKA MEMBUAT PERJANJIAN DAN ORANG YANG SABAR DALAM BENCANA, DALAM KESUKARAN DAN SEMASA PEPERANGAN, MEREKALAH ORANG YANG BENAR, MEREKALAH ORANG YANG TAKWA ( AL BAQARAH 2 : 177 )

Ayat-ayat tersebut di atas menerangkan bahwa Allah tidak membeda-bedakan agama. Allah menilai manusia bukan dari segi agamanya. Allah menilai kesolehan (kebajikan) seseorang bukan sekedar dari tata cara beribadahnya dengan memalingkan muka ke Timur atau ke Barat, akan tetapi yang dinilai adalah hatinya. Rosulullah pun bersabda : Tuhan tidak melihat rupa dan hartamu akan tetapi yang dilihatNya adalah hatimu. Yaitu hati mereka yang beriman kepada Allah, kepada hari akhirat, kepada para malaikat, kitab-kitab Allah serta beriman kepada para Nabi-Rosul Allah yang terdahulu, tanpa membeda-bedakan mereka, apakah tercatat ataukah tidak tercatat di dalam Al Qur’an, disertai rasa ikhlas dan ridho, sabar dan tawakal, patuh dan ta’at dalam melaksanakan perintah Allah, tidak memikirkan ada tidaknya pahala, betul-betul lillahi ta’ala, tidak ada dosa sirik tersembunyi, dihatinya tidak ada yang lain selain Allah semata.

SEBAB ITU SEMBAHLAH ALLAH SERAYA MENGIKHLASKAN AGAMA BAGI-NYA SAJA ( AZ-ZUMAR 39 : 2 ).

MEREKA TIDAKLAH DIPERINTAHKAN MELAINKAN AGAR BERIBADAH KEPADA ALLAH DENGAN BERSIKAP TULUS KEPADANYA DALAM AGAMA

( AL BAYYINAH 98 : 5 ).

MAKA DIRIKANLAH SHOLAT KARENA TUHANMU DAN BERKURBANLAH

( AL KAUTSAR 108 : 2 ).

IKHLAS KEPADA ALLAH ( SEMATA ) DAN TIDAK MEPERSEKUTUKANNYA

( AL Hajj 22 : 31 )

BAGI SETIAP UMAT ADA ROSUL, MAKA BILA DATANG ROSUL MEREKA, ANTARA MEREKA DIBERIKAN KEPUTUSAN DENGAN ADIL DAN MEREKA TIADA TERANIAYA ( YUNUS 10 : 47 ).

KAMI TIDAK MENGUTUS SEORANG RASULPUN, MELAINKAN DENGAN BAHASA KAUMNYA, SUPAYA IA DAPAT MEMBERIKAN PENJELASAN DENGAN TERANG KEPADA MEREKA ( IBRAHIM 14 : 4 ).

TENTANG BEBERAPA ROSUL TELAH KAMI KISAHKAN KEPADAMU SEBELUMNYA , TENTANG BEBERAPA ROSUL TIADA KAMI KISAHKAN KEPADAMU ( AN NISA 4 : 164 )

HAI ORANG YANG BERIMAN !!! BERIMANLAH KEPADA ALLAH DAN RASULNYA, KEPADA KITAB YANG DITURUNKANNYA, KEPADA RASUL DAN KITAB YANG DITURUNKAN SEBELUMNYA ( AN NISA 4 : 136 )

Bagi setiap umat ada Rosulnya, mereka diutus dengan bahasa kaumnya. Para Nabi-Rosul Allah ada yang kisahnya tercatat di dalam Al Qur’an dan ada yang tidak tercatat. Para Nabi yang kisahnya tidak tercatat di dalam Al Qur’an mungkin saja dia berasal dari bangsa lain yang bukan bangsa Arab dan bukan pula Bani Israil, dan merekapun mengajarkan agama kepada kaumnya dengan bahasa kaumnya, seperti di Cina dan Tibet, kita tidak tahu dan tidak perlu untuk diperdebatkan. Sebagian pelajaran yang ada di dalam Al Qur’an sudah ada di dalam kitab mereka.

DAN SESUNGGUHNYA AL QUR’AN BENAR-BENAR DALAM KITAB-KITAB ORANG-ORANG TERDAHULU ( ASY SYUARA 26 : 196 )

DAN KALAU AL QUR’AN ITU KAMI TURUNKAN KEPADA SALAH SEORANG DARI GOLONGAN BUKAN ARAB LALU DIBACAKAN KEPADA MEREKA NISCAYA MEREKA TIDAK AKAN BERIMAN KEPADANYA.

( ASY SYUARA 26 : 198-199 )

Allah pun memerintahkan kepada Nabi Muhammad, kepada kita semua, agar percaya kepada rasul-rasul dan kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya.

Nabi Muhammad adalah orang yang pertama kali menjabarkan dan menerapkan ajaran Al Quran wahyu Allah menjadi pedoman hidup yang mudah untuk diamalkan, sehingga bisa merubah masyarakat Arab jahiliyah menjadi suatu masyarakat yang madani. Rosulullah pun bersabda : BERIKAN KEMUDAHAN DAN JANGAN MENYULITKAN ORANG. Oleh karena itu, dalam kurun waktu yang sangat singkat agama Islam berkembang pesat sampai mencapai daratan Eropa bahkan daratan Himalaya.

SESUNGGUHNYA KAMI TURUNKAN AL QURAN DENGAN BERBAHASA ARAB AGAR KAMU MEMAHAMINYA ( YUSUF 12 : 2 ).

SESUNGGUHNYA TELAH KAMI MUDAHKAN AL QURAN UNTUK PELAJARAN, MAKA ADAKAH ORANG YANG MAU MENGAMBIL PELAJARAN ( AL QOMAR 54 : 17,22,32,40 ).

ALLAH MENGHENDAKI KEMUDAHAN BAGIMU DAN TIDAK MENGHENDAKI KESUKARAN BAGIMU ( AL BAQARAH 2 : 185 ).

KAMI TIDAK MENURUNKAN AL QURAN INI KEPADAMU AGAR MENJADI SUSAH ( THAHA 20 : 2 ).

AL QURAN INI ADALAH BUKTI-BUKTI YANG NYATA DARI TUHANMU, PETUNJUK DAN RAHMAT BAGI ORANG-ORANG YANG BERIMAN

( AL A’RAF 7 : 203 ).

Seiring dengan perkembangan zaman dan perkembangan Islam ke luar wilayah Arab yang kulturnya berbeda maka penjabaran dan penerapan ajaran Al Qur’an pun berkembang juga, sesuai kultur setempat, sesuai bahasa kaumnya. Tidak heran bila kemudian bermunculan madzhab-madzhab, karena dalam Islam perbedaan pendapat adalah hikmah. Itu terjadi satu abad setelah Rosulullah wafat.

Dari kalangan Ahli Sunah muncul 4 madzhab besar dari : Imam Hanafi, Maliki, Hambali dan Syafi’i. Misalnya Imam Syafi’i menerapkan hukum-hukum Syariat yang berbeda ketika beliau di Bagdad dan ketika beliau di Mesir, namun walaupun demikian bila ditinjau dari segi essensinya sama. Contoh lainnya adalah kebiasaan mengkhitan anak perempuan sebagai tradisi masyarakat di Afrika Utara, ada sebagian pengikut madzhab Maliki tidak melarang tradisi tersebut karena kebetulan mereka bermukim di daerah Afrika Utara sedangkan madzhab Hanafi, Hambali dan Syafi’i tidak menganjurkan. Tradisi ini pernah ada di Indonesia.

Golongan Syi’ah juga mempunyai tata cara syariat sendiri dan terpecah menjadi beberapa madzhab yang kemudian berkembang sendiri-sendiri.

Demikian juga di kalangan ahli Ilmu Kalam ada aliran Muta’zilah dan Asy’ariah.

Berarti hukum-hukum syariat yang ada sekarang ini adalah hasil pemikiran para ulama besar saat itu yang disesuaikan dengan perkembangan situasi dan kondisi masyarakat setempat dimana beliau-beliau itu berada. Tampaknya para ulama besar saat itu sangat lues dalam merealisasikan ajaran Islam , tidak kaku, tidak terkesan memaksa, sehingga masyarakat melaksanakannya secara suka rela dengan hati yang tulus. Ajaran Islam sangat menghargai hak-hak pribadi, tidak ada paksaan dalam ajaran Islam. Hal ini mungkin sesuai dengan Hadits Rosulullah : Berikan kemudahan dan jangan menyulitkan Orang. Bila kita perhatikan ayat-ayat Al Quran di atas, Tuhan pun tidak menghendaki umatnya susah. Dalam SURAT ]IBRAHIM 14 : 4 mengenai pengertian BAHASA KAUMNYA tidak hanya sekedar bahasa lisan namun bisa berarti budaya yang sedang berkembang di masyarakat dimana para utusan, para ulama, para wali Allah itu berada.

Muncul pertanyaan dalam hati penulis dalam menghadapi situasi masyarakat di Indonesia yang sedang terpuruk saat ini, adakah keberanian para ulama di Indonesia untuk membuat terobosan-terobosan seperti ulama-ulama besar zaman Imam Syafi’i, tidak hanya sekedar merubah Undang-Undang Perkawinan saja. Misalnya tentang Zakat 2,5% yang tidak tercantum di dalam Al Quran dan Hadits, mungkin bisa menjadi 1/5 bagian atau 20% sesuai Surat AL ANFAL 8 : 41, dikaitkan dengan kewajiban membayar pajak. Bila sudah membayar zakat mungkin pajaknya bisa dikurangi, agar tidak memberatkan umat Islam. Hal ini harus dimusyawarahkan secara seksama bersama pihak pemerintah.

Kemudian tentang kurban pada saat Idul Adha bahwa :

IKHLAS KEPADA ALLAH (SEMATA) DAN TIADA MEMPERSEKUTUKANNYA

( AL HAJJ 22 : 31 )

BUKAN DAGING DAN BUKAN DARAH YANG SAMPAI KEPADA ALLAH ADALAH KETAQWAAN KAMU ( AL HAJJ 22 : 37 ).

Bila kita simak essensi dan substansi ayat tersebut adalah keikhlasan semua orang pasti akan mengatakan iya, namun kalau penerapannya dirubah tidak seperti yang sudah baku saat ini, mungkin tidak ikhlas. Misalnya, pada saat terjadi bencana alam Tsunami, salah seorang pejabat atau mantan pejabat, beliau juga seorang pakar dalam agama Islam mengatakan bahwa uang yang diniatkan untuk kurban Idul Adha boleh dikirimkan untuk kurban Tsunami. Atau yang kita lihat dongeng di TV tentang seorang yang batal berangkat untuk menunaikan ibadah haji karena uangnya disumbangkan kepada orang lain yang sangat memerlukan untuk biaya pengobatan. Pada akhir cerita, menurut Rosulullah dialah orang yang menjadi haji mabrur pada musim haji tahun itu.

Pada awalnya Allah memerintahkan Ibrahim untuk mengurbankan Ismail, sebagai ujian bagi mereka. Setelah mereka lulus maka Allah pun mengganti kurbannya menjadi seekor kambing jantan. Sekarang boleh unta atau sapi jantan bahkan kita bisa membeli daging kornet kalengan untuk kurban. Itulah perubahan.

Apakah kita ikhlas bila uang untuk kurban itu dikelola dengan benar menjadi “bankmodal” bagi fakir miskin??? Atau takut bid’ah??? Bagi rakyat miskin di Indonesia justru kurban yang mereka berikan sangat besar, karena yang mereka kurbankan adalah “kurban perasaan”. Insya Allah mereka menjadi haji mabrur..

Rosulullah mengatakan : Mengenai urusan duniawi engkau lebih tahu, akan tetapi mengenai urusan beribadah kepada Allah ikutilah cara-ku.

Berarti untuk memberdayakan SDM serta untuk memperbaiki dan meningkatkan kondisi sosial ekonomi masyarakat diserahkan sepenuhnya kepada ahlinya yang lebih tahu. Menurut bahasa Al Qur’annya disesuaikan dengan bahasa kaumnya. Namun masalah tata-cara beribadah, tata-cara penyembahan kepada Allah, tata cara shalat, ikutilah tata-cara yang telah dicontohkan oleh Rosulullah.

Al Qur’an itu ibarat beras yang bisa diolah jadi nasi kebuli bagi yang sehat atau jadi bubur ayam bagi yang sakit. Nasib suatu kaum tidak akan berubah kecuali kaum itu sendiri yang berusaha melakukan perubahan. Bagi yang mau berpikir, bagi yang punya otak. Mari kita tunggu terobosan-terobosan dari para pakar, para imam. Madzhab ala Indonesia. Siapa takut !!! WELCOME AJA LAGI !!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar