Sabtu, 20 Maret 2010

Awal Mula Beragama adalah Mengenal Allah

AWALUDDIN MA’RIFATULLAHI. Awal mula beragama adalah mengenal Allah dan meng-Esa-kan Allah (TAUHID), LAA ILLAAHA ILLALLAAH tiada Tuhan selain Allah. QULHUWALLAHAHU AHAD katakanlah bahwa Allah itu ESA, setelah itu carilah jalan untuk mendekatkan diri kepada Allah.

HAI ORANG-ORANG YANG BERIMAN BERTAKWALAH KEPADA ALLAH, CARILAH JALAN SUPAYA DEKAT KEPADA-NYA DAN BERJIHADLAH DI JALAN ALLAH SUPAYA KAMU BERJAYA ( AL MAIDAH 5 : 35 )

JIKA MEREKA TETAP (ISTIQAMAH) MENEMPUH JALAN ITU (TARIQAT) SESUNGGUHNYA AKAN KAMI BERI AIR ( RIZKI, RAHMAT ) YANG BERLIMPAH-LIMPAH ( AL JIN 72 : 16 )

BARANG SIAPA MENYERAHKAN SELURUH DIRINYA KEPADA ALLAH DAN BERBUAT KEBAIKAN, BAGINYA PAHALA PADA TUHAN-NYA, TIADA MEREKA KETAKUTAN DAN TIADA MEREKA BERSEDIH HATI.

( AL BAQARAH 2 : 112 )

Banyak jalan menuju kepada Allah, sebanyak bintang di langit, sebanyak ruh manusia itu sendiri. Seperti halnya jari-jari roda sepeda yang semuanya menuju ke titik pusat as. Titik Pusat As adalah AL HAQQ, Yang Maha Benar, ALLAH Yang Maha Esa, yang akan memberikan penjelasan kepada kita semua mengenai apa-apa yang kita perselisihkan. Kita pun harus berserah diri secara total kepada-Nya.

UNTUK SETIAP UMAT, KAMI TELAH BERIKAN POLA SYARI’AT ( ATURAN ) DAN JALAN HIDUP YANG BENAR ( TATA CARA PELAKSANAANNYA ), SEKIRANYA ALLAH MENGHENDAKI, PASTILAH KAMU DIJADIKAN-NYA SATU UMAT SAJA, NAMUN ALLAH HENDAK MENGUJIMU DALAM HAL KARUNIA YANG TELAH DIBERIKAN KEPADAMU, KARENA ITU BERLOMBALAH UNTUK BERBUAT KEBAJIKAN, HANYA KEPADA ALLAH TEMPAT KALIAN KEMBALI LALU TUHAN BERITAHUKAN KEPADA KALIAN APA-APA YANG KALIAN PERSELISIHKAN ITU ( AL MAIDAH 5 : 48 ).

KATAKANLAH (HAI MUHAMAD) : Kami beriman kepada Allah dan kepada yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepada Ibrahim, Isma’il, Ishaq, Yaqub, dan anak cucunya dan apa yang diberikan kepada Musa, Isa dan para nabi dari Tuhan mereka. Kami tidak membeda-bedakan seorang pun diantara mereka dan hanya kepada-NYA kami berserah diri ( ALI IMRAN 3 : 84 )

Allah telah menciptakan bermacam-macam umat. Untuk setiap umat Allah telah memberikan pola syari’at yang sesuai dengan situasi dan kondisi umat tersebut. Orang Eskimo di daerah Kutub Utara mempunyai tata cara beribadah tersendiri yang sesuai dengan situasi dan kondisi alam di sana. Daerah ini mendapat cahaya matahari hanya 6 bulan, yaitu pada saat matahari berada di wilayah utara khatulistiwa. Waktu siang disini terasa begitu panjang. Pada saat matahari berada di wilayah selatan khatulistiwa, selama 6 bulan tanpa matahari, malam hari pun terasa panjang. Oleh karena itu konsep sholat yang 5 waktu akan sangat sulit untuk diterapkan di daerah ini. Haruskah kita memaksakan konsep agama Islam di wilayah Eskimo??? Konsep agama Islam ini hanya cocok di wilayah yang mempunyai putaran waktu 24 jam sehari semalam, 12 jam siang dan 12 jam malam. Lalu apakah tata cara ubudiyah seperti orang Eskimo tidak akan diterima oleh Tuhan ??? Apakah kita sebagai umat yang beragama Islam berhak mengatakan bahwa mereka yang non muslim itu adalah kafir ??? Sesungguhnya apa dan siapa yang disebut kafir?? Kafir artinya adalah menutupi. Arti kiasan bagi siapapun dan apapun agamanya, bila dia menutupi suatu kebenaran maka disebutnya orang kafir.

Lalu apakah orang Eskimo beserta umat lainnya yang non muslim akan masuk neraka semua??? Itu semua urusan Allah.

Pada awal perjalanan menuju kepada Allah tidak harus sama, tata cara syari’at, tata cara ubudiyah setiap umat bisa saja berbeda-beda, dengan demikian pengalaman bathin yang terjadi pasti akan berbeda-beda pula, sebagaimana halnya bila kita melakukan pendakian dari arah yang berbeda. Pada saat kita semua bersama-sama telah berada di puncak kemudian melihat ke bawah, maka apa yang kita lihat pasti akan sama. Misalnya bila kita melihat Istana Negara dari arah yang berbeda, tentu saja apa yang kita lihat akan berbeda pula, akan tetapi bila kita sama-sama melihatnya dari atas tugu Monas tentu apa yang kita lihat akan sama.

Bila kita berada di tempat yang lebih tinggi, lebih tinggi dan lebih tinggi lagi, Istana Negara serta seluruh benda yang ada di atas bumi ini akan nampak semakin kecil bahkan selanjutnya akan hilang sama sekali dari pandangan mata lahir kita, yang ada hanyalah kekosongan semata. Akan tetapi bila mata lahir tersebut kita pejamkan, maka istana tersebut akan tampak kembali, karena mata bathin bisa menembus ruang dan waktu…

Tuhan ada. Dia berdiri dengan sendirinya tanpa pertolongan dari siapapun. Tidak ada apa-apa di sisiNya. Tidak ada swara ataupun nada. Tidak ada aksara. Tidak ada kitab apapun di sisiNya. Zabur, Taurat, Injil, Qur’an dan Hadits pun tidak ada.

Oleh karena itu bila kita ingin menghayati perjalanan Haqiiqat, mulai dari bentuk-bentuk lahiriyah kepada makna yang haqiqi dan tersembunyi, tutuplah mata dan telinga, tutuplah semua kerangka teoritis tentang masalah Dzat yang tidak bisa terjangkau oleh akal dan pikiran kita ( transenden ). Tutup semua kitab termasuk diri kita sendiri, karena jasmani ini adalah kitab Allah. Tutup semua panca indera kita. Bukalah mata hati, maka tak ada yang perlu untuk diperdebatkan lagi.

Seseorang bisa saja kehilangan objek pemujaannya, akan tetapi YANG DIPUJA TIDAK AKAN KEHILANGAN DIRINYA SENDIRI. DIA MAHA MENGETAHUI SIAPA PEMUJANYA. DIA MAHA MENGETAHUI ATAS SEGALANYA.

Para ahli sufi mengatakan bahwa seorang arif adalah dia yang melihat Tuhan dalam semua benda atau makhluk. Dia tidak hanya melihat Tuhan dari semua benda atau makhluk, akan tetapi dia juga melihat semua makhluk adalah merupakan realitas dari pada Tuhan. Tauhid murni adalah penglihatan atas Tuhan dalam semua benda, demikian menurut AL GHAZALI. Silahkan perhatikan serta hayati Surat Fushshilat 41 : 53-54. mengenai sifat dualitas dalam ke-Esa-an Dzat.

Maha benar Tuhan dengan segala firman-Nya. Oleh karena itu silahkan pilih sendiri jalan yang mana, agama apa yang kita inginkan.

Tuhan berfirman :

SESUNGGUHNYA AGAMA KAMU INI SATU AGAMA SAJA (Al ANBIYA 21 : 92)

AGAMA DI SISI ALLAH ADALAH ISLAM-FITRAH ( ALI IMRAN 3:19 )

AKU RIDOI ISLAM-FITRAH SEBAGAI AGAMA BAGIMU ( AL MAIDAH 5 : 3 ).

TUHAN KAMI DAN TUHANMU ADALAH SATU DAN HANYA KEPADA-NYA KAMI BERSERAH DIRI ( AL ANKABUT 29 : 46 )

Tidak ada paksaan dalam ajaran Islam. Menjadi orang Islam ( orang Damai ) bukan berarti kita menjadi orang yang kehilangan kepribadian. Kita tidak harus menjadi orang Arab atau ke Arab-Araban dan bukan pula karena pakaian kita menjadi orang Islam. Perhatikan Surat Al Baqarah 2 : 197 dan Surat Al A’raf 7 : 29 bahwa : Sesungguhnya sebaik-baiknya bekal atau busana yang paling indah adalah taqwa.

Prinsip Islam adalah kedamaian dalam kasih sayang, kesabaran dan keikhlasan. Islam adalah fitrah manusia. Sekali lagi tidak ada paksaan dalam ajaran Islam ( Al Baqarah 2 : 256 ). Hanya saja, dzikrullah adalah jalan yang terdekat menuju kepada Allah ( Hadist ) serta lebih utama dalam kehidupan (Al Ankabut 29 : 45), dengan dzikir hatipun akan menjadi tenang dan tenteram (Ar Rad 13 : 28). ADZ-DZIKIR adalah AL QUR’AN ( Surat Al Hijr 15 : 9 ). AL QUR’AN adalah AN NUUR (Asy- Syura 42 : 52 ) dan AN NUUR adalah ALLAH ( An Nuur 24 : 35).

BAGI-MU AGAMA-MU, BAGI-KU AGAMA-KU (AL KAFIRUN 109 : 6).

AMAL-KU UNTUK-KU DAN AMAL-MU UNTUK-MU. KAMU TIDAK BERTANGGUNG JAWAB ATAS APA YANG AKU LAKUKAN. AKU PUN TIDAK BERTANGGUNG JAWAB ATAS APA YANG KAMU LAKUKAN

( YUNUS 10 : 41 ).

Asal-usul Berketuhanan

Kebutuhan manusia secara garis besarnya ada 2 bagian :

  1. Kebutuhan biologis-jasmaniah : sandang, pangan, papan dan pasangan
  2. Kebutuhan psikologis-bathiniah : Rasa aman, nyaman, tenang dan damai.

Untuk memenuhi kebutuhan psikologis atau kebutuhan bathin ini, manusia mulai mencari sesuatu apapun bentuknya yang dianggapnya mempunyai kekuatan yang luar biasa, yang bisa menolong dirinya, yang bisa melindungi dirinya sehingga dia merasa aman dan nyaman. Sesuatu yang dianggap mempunyai kekuatan mistik itu menjadi sesuatu yang dirindui, dipuja dan dipuji dan disembah oleh mereka.

Berdasarkan penelitian para ahli antropologi, pada awalnya manusia primitip mengakui hanya ada satu Tuhan Yang Maha Tinggi yang disembah. Namun dalam perkembangannya karena Tuhan tersebut tidak pernah bisa hadir dalam kehidupan mereka sehari-hari, maka mereka mulai menggantinya dari satu Tuhan menjadi beberapa tuhan yang mudah untuk dikenali dan mudah dijangkau oleh pola pikir mereka saat itu. Keyakinan kepada beberapa tuhan dinamakan polytheisme.

Sejak saat itu dalam benak manusia, dalam pikiran manusia muncul suatu konsep bertuhan. Konsep bertuhan itu turun-temurun diyakini, walaupun yang ada di dalam pikiran manusia itu bukan tuhan yang sebenar-benarnya tuhan.

MEREKA TIDAK MENGENAL ALLAH DENGAN SEBENAR-BENARNYA. SESUNGGUHNYA ALLAH BENAR-BENAR MAHA KUAT LAGI MAHA PERKASA ( AL AJJ 22 : 74 )

KAMU TIDAK MENYEMBAH YANG SELAIN ALLAH KECUALI HANYA NAMA-NAMA YANG KAMU DAN NENEK MOYANGMU MEMBUAT-BUATNYA. ALLAH TIDAK MENURUNKAN SUATU KETERANGANPUN TENTANG NAMA-NAMA ITU. ( YUSUF 12 : 40 )

ITU TIDAK LAIN HANYALAH NAMA-NAMA YANG KAMU DAN BAPAK-BAPAKMU MENGADA-NGADAKANNYA. ALLAH TIDAK MENURUNKAN SUATU KETERANGANPUN UNTUKNYA. MEREKA TIDAK LAIN HANYALAH MENGIKUTI SANGKAAN-SANGKAAN DAN MENGIKUTI HAWA NAFSUNYA.

( AN NAJM 53 : 23 )

Tuhan yang sebenarnya tidak terjangkau oleh akal pikiran manusia, DIA tidak serupa dengan apapun, tidak ada sesuatu apapun disisi-Nya, Dia berdiri dengan sendirinya tanpa penolong. Dia bukan laki-laki dan juga bukan perempuan.

Orang Arab atau orang Timur Tengah menyebut nama Tuhannya AL ILAH artinya yang disembah, akhirnya muncul kata ALLAH. Berarti pada awalnya yang memberi nama Tuhan Allah adalah manusia juga. Kata Allah menurut gramatika bahasa Arab berarti bentuk laki-laki ( maskulin ), namun kata Al Dzat berarti bentuk perempuan ( feminin ). Jadi kata ALLAH ini sudah ada sejak zaman Nabi Ibrahim sejak sebelum agama Islam muncul. Kemudian Nabi Ibrahim yang berpikiran kritis berusaha mencari Tuhan tanpa alat-alat canggih. Di abad sekarang ini kebenaran Al Quran mulai terbukti dengan adanya penelitian luar angkasa, penelitian atom dan energi, penelitian DNA, penelitian air dan lain-lain.

Sejak zaman primitif, setelah manusia memiliki konsep bertuhan, mereka kemudian membuat aturan-aturan tata cara penyembahan, tata cara peribadatan yang disebut AGAMA yang berasal dari kata A artinya tidak dan GAMA artinya kacau. Agama artinya tidak kacau. Demikian juga Nabi Muhammad membuat tata cara beribadah, tata cara sholat sebagai syareat Islam setelah beliau bermukim di Madinah. Melalui keberagamaan diharapkan kehidupan masyarakat tidak kacau, aman tentram dan damai. Seiring dengan perkembangan zaman, keyakinan terhadap polytheisme pun banyak mengalami perubahan. Pada abad modern ini, hampir semua umat di dunia berkeyakinan kepada Tuhan Yang Maha Esa, monotheisme.

Pada zaman Nabi Ibrahim Al Ilah mereka adalah berhala-berhala yang kemudian dihancurkan oleh Nabi Ibrahim. Kemudian Ibrahim mengajarkan agama samawi, yaitu agama wahyu, menyembah ALLAH Tuhan Yang Maha Esa. Begitu pula pada saat zaman Nabi Muhammad masyarakat jahiliyah tidak menolak nama Tuhan Yang Maha Tinggi adalah Allah, yang mereka tolak adalah karena Nabi Muhammad mengajak mereka dan melarang mereka menyembah tuhan-tuhan lainnya selain Allah Tuhan Yang Maha Esa. Menurut penelitian Karen Amstrong, pada zaman Pra Islam Ka’bah yang dibangun Nabi Ibrahim di dekat sumber air keramat Zamzam adalah sebagai kuil untuk menyembah Allah, Tuhan Tertinggi bangsa Arab. Disekitar nya banyak berhala-berhala sebagai tuhan-tuhan yang lain. Mekah sudah dianggap sebagai kota suci dimana dalam radius 20 mil dari Ka’bah dilarang adanya segala macam kekerasan, perkelahian apalagi pertumpahan darah. Pada saat itu sudah ada kebiasaan tawaf dan ibadah haji yang dilakukan setiap tahun pada saat musim gugur. Ibadah haji di awali di Ka’bah kemudian diluar Mekah untuk menghormati Tuhan-Tuhan yang lain, kemudian acara di Arafah dan melemparkan batu ke arah tiga pilar di Mina. Pada musim haji ada gencatan senjata, setiap suku dijamin keamanannya untuk melakukan ibadah haji di Mekah.

Sebagai bukti sederhana bahwa kata Allah sudah tidak asing lagi di masyarakat Arab jahiliyah adalah bahwa ayahanda Nabi Muhammad bernama Abdullah. Sesungguhnya kita tidak tahu Tuhan itu apa dan ada dimana adalah rahasia. Nama diberikan bila sesuatu ada wujudnya. Segala sesuatu yang berwujud lebih dari satu harus diberi nama agar kita tidak keliru, agar tidak salah alamat. Tuhan tidak punya nama karena tidak berwujud. Namun DIA Yang Maha Esa adalah Dzat Wajibul Wujud, wajib adanya. Dia juga Dzat Mumkinu Wujud, mungkin adanya. DIA adalah transenden, tak terjangkau oleh akal dan pikiran. Nama Tuhan yang sebenarnya tidak bisa diucapkan dan tidak bisa dituliskan. Walaupun demikian bila penyembahan semua umat tertuju kepada-Nya, tidak akan salah sasaran, karena DIA Maha Tunggal. Oleh karena Tuhan tidak punya nama, maka kita pun bebas memanggil atau menyebut nama Tuhan dengan nama apa saja. Boleh panggil Bapa atau Bunda atau dengan nama apa saja yang baik-baik ( Asma’ul husna ).

Nggak masalah bo…nggak usah sewot coy…Tuhan juga nggak pernah marah …

KATAKANLAH : SERU-LAH ALLAH ATAU SERU-LAH AR-RAHMAN. DENGAN NAMA YANG MANA SAJA KAMU SERU, DIA MEMPUNYAI NAMA AL-ASMA’UL HUSNA …. ( AL-ISRA 17:110 ).

HANYA MILIK ALLAH ASMA’UL HUSNA, MAKA MOHONLAH KEPADANYA DENGAN MENYEBUT ASMA’UL HUSNA ITU … ( AL-A’RAF 7 : 180 ).

Kita pun yakin bahwa Tuhan Maha Pengampun, Maha Pengasih lagi Maha Penyayang, bukan Tuhan Maha Pemurka. Dia tidak pernah menyusahkan umatnya. Semua Nama-nama dan Sifat-sifat-NYA itu berada dalam ke ESA an DZATNYA. Dia tetap Yang Maha Tunggal. Yang kita sembah bukan nama-Nya, tapi Dzatnya yang Essensi-Nya berada dalam setiap mahluk ciptaannya. Karena Dialah AL MUHIT YANG MAHA MELIPUTI SEGALA SESUATU.

Allah Tidak Membeda-bedakan Agama

SESUNGGUHNYA ORANG-ORANG MUKMIN (BERIMAN) DAN MEREKA PENGANUT AGAMA YAHUDI, NASRANI, SHABIIN SERTA SIAPA SAJA YANG BERIMAN KEPADA ALLAH DAN HARI KEMUDIAN, SERTA BERBUAT KEBAIKAN, MEREKA AKAN MENDAPAT PAHALA DARI TUHAN-NYA, DAN MEREKA TIDAK MERASA KETAKUTAN DAN DUKA CITA.

( AL BAQARAH 2 : 62 )

Dengan perkataan lain : mereka hidup tenang dan tentram … bebas dari rasa duka cita dan ketakutan. Karena imannya, mereka tidak takut kepada apapun kecuali kepada Allah. Ayat tersebut di atas mengajarkan agar setiap umat beragama tidak boleh merasa bahwa hanya agama yang dianutnya saja yang paling benar, karena Allah tidak membeda-bedakan agama. Konsep Islam mengajarkan umatnya agar mempunyai toleransi yang tinggi terhadap umat yang non Islam. Manusia ditugaskan sebagai khalifah dan sebagai wali Allah. Kita awali dengan Basmallah untuk memberi rahmat kepada seluruh alam semesta. Semua agama juga agaknya menganut azas yang sama, essensi dan substansinya sama apapun agamanya.

Menurut seorang sufi besar dari Persia JALALUDDIN RUMI : Sekalipun tata cara peribadatan berbeda namun masalah keimanan tidak berubah dari satu agama ke agama lain, baik keadaan yang dihasilkannya, tempatnya dalam hidup dan efek-efeknya adalah sama dimana-mana. Beliau juga berkata bahwa seseorang menjadi arif bukan oleh karena kebajikan jubah dan surban. Rosulullahpun bersabda bahwa yang beliau khawatirkan adalah ulama su’; yaitu ulama tak bermoral. Sedangkan HUJWIRI juga dari Persia mengatakan bahwa : Barang siapa yang mencampakkan hawa nafsunya maka ia akan dekat dengan Tuhan meskipun ia berada dalam gereja. Barang siapa yang mengikuti hawa nafsunya maka ia akan jauh dari Tuhan meskipun ia berada di dalam mesjid.

SESUNGGUHNYA ORANG-ORANG YANG BERIMAN DAN BERAMAL SALEH, KELAK ALLAH YANG MAHA RAHMAN AKAN MENANAMKAN DALAM (HATI) MEREKA RASA KASIH SAYANG ( MARYAM 19 : 96 ).

Berarti bila kita belum memiliki rasa kasih sayang, terhadap sesama umat, rasa kasih sayang terhadap semua ciptaan Allah dan belum beramal saleh, maka belum bisa dikatakan beriman. Jadi jelas bahwa Prinsip Islam bukan kekerasan.

Perhatikan Surat Al Anbiya 21 : 92, Surat Ali Imran 3 : 19 dan Surat Al Maidah 5 : 3.

Tuhan juga memberikan kebebasan keberagamaan bagi umatnya. Perhatikan ayat-ayat lainnya yang berkaitan dengan masalah tersebut :

UNTUK SETIAP UMAT, KAMI TELAH BERIKAN POLA SYAREAT ( ATURAN ) DAN JALAN HIDUP YANG BENAR ( TATA CARA PELAKSANAANNYA ) SEKIRANYA ALLAH MENGHENDAKI, PASTILAH KAMU DIJADIKAN-NYA SATU UMAT SAJA. NAMUN ALLAH HENDAK MENGUJIMU DALAM HAL KARUNIA YANG TELAH DIBERIKAN KEPADAMU KARENA ITU BERLOMBA-LOMBALAH BERBUAT KEBAJIKKAN…DST…( AL MAIDAH 5 : 48 ).

TELAH KAMI TAWARKAN AMANAH AGAMA KEPADA LANGIT, BUMI DAN GUNUNG, AKAN TETAPI MEREKA SEMUA ENGGAN MEMIKULNYA, KARENA TAKUT MENGHIANATINYA, NAMUN MANUSIA BERSEDIA MEMIKULNYA, KARENA IA ZALIM DAN BODOH ( AL AHZAB 33 : 72 ).

….KAMI TIDAK MEMBEDA-BEDAKAN SEORANGPUN DIANTARA MEREKA DAN HANYA KEPADA-NYA KAMI BERSERAH DIRI ( ALI IMRAN 3 : 84 ).

TUHAN KAMI DAN TUHANMU ADALAH SATU DAN HANYA KEPADA-NYA KAMI BERSERAH DIRI ( AL ANKABUT 29 : 46 ).

Walaupun Allah sendiri tidak beragama namun Allah lah yang menciptakan agama sebagai jalan hidup yang benar, yang disesuaikan dengan kondisi dan situasi geograpis dan budaya umat–NYA. Oleh karena itu kita tidak perlu berselisih tentang keberagamaan kita, semua agama essensi dan substansinya sama serta sama-sama menuju kepada-NYA karena semua agama adalah ciptaan-NYA dan DIA Allah yang menganjurkan kita berlomba-lomba untuk berbuat kebajikkan. Manusia membawa amanah agama. Apa agamanya??? Pilih sendiri!!! Bebas aja lagi..

BUKANLAH SUATU KESOLEHAN (KEBAJIKAN) BAHWA KAMU SEKALIAN MEMALINGKAN MUKAMU KE ARAH TIMUR DAN BARAT, TETAPI ADALAH KESOLEHAN (KEBAJIKAN) BAHWA KAMU SEKALIAN BERIMAN KEPADA ALLAH DAN HARI AKHIRAT, KEPADA PARA MALAIKAT, KEPADA KITAB-KITAB ALLAH DAN PARA NABI DAN MEMBERIKAN HARTA BENDA BETAPAPUN DISAYANGI, KEPADA KERABAT, ANAK YATIM, DAN ORANG MISKIN, KEPADA ORANG DALAM PERJALANAN DAN PEMINTA-MINTA, MENDIRIKAN SHALAT DAN MEMBAYAR ZAKAT. ORANG-ORANG YANG MEMENUHI PERJANJIAN BILA MEREKA MEMBUAT PERJANJIAN DAN ORANG YANG SABAR DALAM BENCANA, DALAM KESUKARAN DAN SEMASA PEPERANGAN, MEREKALAH ORANG YANG BENAR, MEREKALAH ORANG YANG TAKWA ( AL BAQARAH 2 : 177 )

Ayat-ayat tersebut di atas menerangkan bahwa Allah tidak membeda-bedakan agama. Allah menilai manusia bukan dari segi agamanya. Allah menilai kesolehan (kebajikan) seseorang bukan sekedar dari tata cara beribadahnya dengan memalingkan muka ke Timur atau ke Barat, akan tetapi yang dinilai adalah hatinya. Rosulullah pun bersabda : Tuhan tidak melihat rupa dan hartamu akan tetapi yang dilihatNya adalah hatimu. Yaitu hati mereka yang beriman kepada Allah, kepada hari akhirat, kepada para malaikat, kitab-kitab Allah serta beriman kepada para Nabi-Rosul Allah yang terdahulu, tanpa membeda-bedakan mereka, apakah tercatat ataukah tidak tercatat di dalam Al Qur’an, disertai rasa ikhlas dan ridho, sabar dan tawakal, patuh dan ta’at dalam melaksanakan perintah Allah, tidak memikirkan ada tidaknya pahala, betul-betul lillahi ta’ala, tidak ada dosa sirik tersembunyi, dihatinya tidak ada yang lain selain Allah semata.

SEBAB ITU SEMBAHLAH ALLAH SERAYA MENGIKHLASKAN AGAMA BAGI-NYA SAJA ( AZ-ZUMAR 39 : 2 ).

MEREKA TIDAKLAH DIPERINTAHKAN MELAINKAN AGAR BERIBADAH KEPADA ALLAH DENGAN BERSIKAP TULUS KEPADANYA DALAM AGAMA

( AL BAYYINAH 98 : 5 ).

MAKA DIRIKANLAH SHOLAT KARENA TUHANMU DAN BERKURBANLAH

( AL KAUTSAR 108 : 2 ).

IKHLAS KEPADA ALLAH ( SEMATA ) DAN TIDAK MEPERSEKUTUKANNYA

( AL Hajj 22 : 31 )

BAGI SETIAP UMAT ADA ROSUL, MAKA BILA DATANG ROSUL MEREKA, ANTARA MEREKA DIBERIKAN KEPUTUSAN DENGAN ADIL DAN MEREKA TIADA TERANIAYA ( YUNUS 10 : 47 ).

KAMI TIDAK MENGUTUS SEORANG RASULPUN, MELAINKAN DENGAN BAHASA KAUMNYA, SUPAYA IA DAPAT MEMBERIKAN PENJELASAN DENGAN TERANG KEPADA MEREKA ( IBRAHIM 14 : 4 ).

TENTANG BEBERAPA ROSUL TELAH KAMI KISAHKAN KEPADAMU SEBELUMNYA , TENTANG BEBERAPA ROSUL TIADA KAMI KISAHKAN KEPADAMU ( AN NISA 4 : 164 )

HAI ORANG YANG BERIMAN !!! BERIMANLAH KEPADA ALLAH DAN RASULNYA, KEPADA KITAB YANG DITURUNKANNYA, KEPADA RASUL DAN KITAB YANG DITURUNKAN SEBELUMNYA ( AN NISA 4 : 136 )

Bagi setiap umat ada Rosulnya, mereka diutus dengan bahasa kaumnya. Para Nabi-Rosul Allah ada yang kisahnya tercatat di dalam Al Qur’an dan ada yang tidak tercatat. Para Nabi yang kisahnya tidak tercatat di dalam Al Qur’an mungkin saja dia berasal dari bangsa lain yang bukan bangsa Arab dan bukan pula Bani Israil, dan merekapun mengajarkan agama kepada kaumnya dengan bahasa kaumnya, seperti di Cina dan Tibet, kita tidak tahu dan tidak perlu untuk diperdebatkan. Sebagian pelajaran yang ada di dalam Al Qur’an sudah ada di dalam kitab mereka.

DAN SESUNGGUHNYA AL QUR’AN BENAR-BENAR DALAM KITAB-KITAB ORANG-ORANG TERDAHULU ( ASY SYUARA 26 : 196 )

DAN KALAU AL QUR’AN ITU KAMI TURUNKAN KEPADA SALAH SEORANG DARI GOLONGAN BUKAN ARAB LALU DIBACAKAN KEPADA MEREKA NISCAYA MEREKA TIDAK AKAN BERIMAN KEPADANYA.

( ASY SYUARA 26 : 198-199 )

Allah pun memerintahkan kepada Nabi Muhammad, kepada kita semua, agar percaya kepada rasul-rasul dan kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya.

Nabi Muhammad adalah orang yang pertama kali menjabarkan dan menerapkan ajaran Al Quran wahyu Allah menjadi pedoman hidup yang mudah untuk diamalkan, sehingga bisa merubah masyarakat Arab jahiliyah menjadi suatu masyarakat yang madani. Rosulullah pun bersabda : BERIKAN KEMUDAHAN DAN JANGAN MENYULITKAN ORANG. Oleh karena itu, dalam kurun waktu yang sangat singkat agama Islam berkembang pesat sampai mencapai daratan Eropa bahkan daratan Himalaya.

SESUNGGUHNYA KAMI TURUNKAN AL QURAN DENGAN BERBAHASA ARAB AGAR KAMU MEMAHAMINYA ( YUSUF 12 : 2 ).

SESUNGGUHNYA TELAH KAMI MUDAHKAN AL QURAN UNTUK PELAJARAN, MAKA ADAKAH ORANG YANG MAU MENGAMBIL PELAJARAN ( AL QOMAR 54 : 17,22,32,40 ).

ALLAH MENGHENDAKI KEMUDAHAN BAGIMU DAN TIDAK MENGHENDAKI KESUKARAN BAGIMU ( AL BAQARAH 2 : 185 ).

KAMI TIDAK MENURUNKAN AL QURAN INI KEPADAMU AGAR MENJADI SUSAH ( THAHA 20 : 2 ).

AL QURAN INI ADALAH BUKTI-BUKTI YANG NYATA DARI TUHANMU, PETUNJUK DAN RAHMAT BAGI ORANG-ORANG YANG BERIMAN

( AL A’RAF 7 : 203 ).

Seiring dengan perkembangan zaman dan perkembangan Islam ke luar wilayah Arab yang kulturnya berbeda maka penjabaran dan penerapan ajaran Al Qur’an pun berkembang juga, sesuai kultur setempat, sesuai bahasa kaumnya. Tidak heran bila kemudian bermunculan madzhab-madzhab, karena dalam Islam perbedaan pendapat adalah hikmah. Itu terjadi satu abad setelah Rosulullah wafat.

Dari kalangan Ahli Sunah muncul 4 madzhab besar dari : Imam Hanafi, Maliki, Hambali dan Syafi’i. Misalnya Imam Syafi’i menerapkan hukum-hukum Syariat yang berbeda ketika beliau di Bagdad dan ketika beliau di Mesir, namun walaupun demikian bila ditinjau dari segi essensinya sama. Contoh lainnya adalah kebiasaan mengkhitan anak perempuan sebagai tradisi masyarakat di Afrika Utara, ada sebagian pengikut madzhab Maliki tidak melarang tradisi tersebut karena kebetulan mereka bermukim di daerah Afrika Utara sedangkan madzhab Hanafi, Hambali dan Syafi’i tidak menganjurkan. Tradisi ini pernah ada di Indonesia.

Golongan Syi’ah juga mempunyai tata cara syariat sendiri dan terpecah menjadi beberapa madzhab yang kemudian berkembang sendiri-sendiri.

Demikian juga di kalangan ahli Ilmu Kalam ada aliran Muta’zilah dan Asy’ariah.

Berarti hukum-hukum syariat yang ada sekarang ini adalah hasil pemikiran para ulama besar saat itu yang disesuaikan dengan perkembangan situasi dan kondisi masyarakat setempat dimana beliau-beliau itu berada. Tampaknya para ulama besar saat itu sangat lues dalam merealisasikan ajaran Islam , tidak kaku, tidak terkesan memaksa, sehingga masyarakat melaksanakannya secara suka rela dengan hati yang tulus. Ajaran Islam sangat menghargai hak-hak pribadi, tidak ada paksaan dalam ajaran Islam. Hal ini mungkin sesuai dengan Hadits Rosulullah : Berikan kemudahan dan jangan menyulitkan Orang. Bila kita perhatikan ayat-ayat Al Quran di atas, Tuhan pun tidak menghendaki umatnya susah. Dalam SURAT ]IBRAHIM 14 : 4 mengenai pengertian BAHASA KAUMNYA tidak hanya sekedar bahasa lisan namun bisa berarti budaya yang sedang berkembang di masyarakat dimana para utusan, para ulama, para wali Allah itu berada.

Muncul pertanyaan dalam hati penulis dalam menghadapi situasi masyarakat di Indonesia yang sedang terpuruk saat ini, adakah keberanian para ulama di Indonesia untuk membuat terobosan-terobosan seperti ulama-ulama besar zaman Imam Syafi’i, tidak hanya sekedar merubah Undang-Undang Perkawinan saja. Misalnya tentang Zakat 2,5% yang tidak tercantum di dalam Al Quran dan Hadits, mungkin bisa menjadi 1/5 bagian atau 20% sesuai Surat AL ANFAL 8 : 41, dikaitkan dengan kewajiban membayar pajak. Bila sudah membayar zakat mungkin pajaknya bisa dikurangi, agar tidak memberatkan umat Islam. Hal ini harus dimusyawarahkan secara seksama bersama pihak pemerintah.

Kemudian tentang kurban pada saat Idul Adha bahwa :

IKHLAS KEPADA ALLAH (SEMATA) DAN TIADA MEMPERSEKUTUKANNYA

( AL HAJJ 22 : 31 )

BUKAN DAGING DAN BUKAN DARAH YANG SAMPAI KEPADA ALLAH ADALAH KETAQWAAN KAMU ( AL HAJJ 22 : 37 ).

Bila kita simak essensi dan substansi ayat tersebut adalah keikhlasan semua orang pasti akan mengatakan iya, namun kalau penerapannya dirubah tidak seperti yang sudah baku saat ini, mungkin tidak ikhlas. Misalnya, pada saat terjadi bencana alam Tsunami, salah seorang pejabat atau mantan pejabat, beliau juga seorang pakar dalam agama Islam mengatakan bahwa uang yang diniatkan untuk kurban Idul Adha boleh dikirimkan untuk kurban Tsunami. Atau yang kita lihat dongeng di TV tentang seorang yang batal berangkat untuk menunaikan ibadah haji karena uangnya disumbangkan kepada orang lain yang sangat memerlukan untuk biaya pengobatan. Pada akhir cerita, menurut Rosulullah dialah orang yang menjadi haji mabrur pada musim haji tahun itu.

Pada awalnya Allah memerintahkan Ibrahim untuk mengurbankan Ismail, sebagai ujian bagi mereka. Setelah mereka lulus maka Allah pun mengganti kurbannya menjadi seekor kambing jantan. Sekarang boleh unta atau sapi jantan bahkan kita bisa membeli daging kornet kalengan untuk kurban. Itulah perubahan.

Apakah kita ikhlas bila uang untuk kurban itu dikelola dengan benar menjadi “bankmodal” bagi fakir miskin??? Atau takut bid’ah??? Bagi rakyat miskin di Indonesia justru kurban yang mereka berikan sangat besar, karena yang mereka kurbankan adalah “kurban perasaan”. Insya Allah mereka menjadi haji mabrur..

Rosulullah mengatakan : Mengenai urusan duniawi engkau lebih tahu, akan tetapi mengenai urusan beribadah kepada Allah ikutilah cara-ku.

Berarti untuk memberdayakan SDM serta untuk memperbaiki dan meningkatkan kondisi sosial ekonomi masyarakat diserahkan sepenuhnya kepada ahlinya yang lebih tahu. Menurut bahasa Al Qur’annya disesuaikan dengan bahasa kaumnya. Namun masalah tata-cara beribadah, tata-cara penyembahan kepada Allah, tata cara shalat, ikutilah tata-cara yang telah dicontohkan oleh Rosulullah.

Al Qur’an itu ibarat beras yang bisa diolah jadi nasi kebuli bagi yang sehat atau jadi bubur ayam bagi yang sakit. Nasib suatu kaum tidak akan berubah kecuali kaum itu sendiri yang berusaha melakukan perubahan. Bagi yang mau berpikir, bagi yang punya otak. Mari kita tunggu terobosan-terobosan dari para pakar, para imam. Madzhab ala Indonesia. Siapa takut !!! WELCOME AJA LAGI !!!